MelanKayla



Kay berdiri memandangi keadaan kota di malam hari melalui jendela kamar apartemennya. Indah juga kalau Jakarta lengang, batinnya dalam hati. Dari jendela kamarnya terlihat lampu-lampu temaram ibukota yang menghiasi malam ini. Tidak ada mobil atau kendaraan yang berjejer antri di jalan. Mungkin hanya ada beberapa saja tapi mereka tidak perlu antri. Jam 1 pagi memang tidak akan sama seperti jam 1 siang. Ditambah gerimis di luar sana yang memberi kesan sendu.
                Tak lama setelah menyadari dirinya hanyut dalam lamunan melankolianya, Kay menoleh ke arah kasur. Berantakan. Sprei lepas. Bed cover tak tertata rapi seperti biasa. Seakan telah terjadi sesuatu di atas kasur sana. Ya, memang sudah terjadi sesuatu di sana. Kay hanya menarik napas panjang sambil berjalan menuju meja kecil di sisi kanan kasurnya. Ia duduk di kasurnya, meraih handphone dan memencet beberapa digit password di layar sentuhnya. Tak ada pesan. Tak ada panggilan telepon. Sama sekali. Ia kembali membuka kontak telepon di layar handphone-nya dan mencari sebuah nama. Ia tahu pesan sigkatnya melalu aplikasi whatsapp sudah tidak bisa diperjuangkan. Begitu juga dengan SMS. Tak ada bedanya. Ia mencoba menelepon orang yang ada di seberang sana. Namun masih tetap sama, panggilannya dialihkan. Seakan orang tersebut tidak ingin lagi mendengar suaranya.
                Merasa putus asa, Kay membuka laci yang terpasang di meja kecilnya. Mengambil sebungkus rokok, memungut satu batang dan membakarnya dengan korek Cricket yang bertuliskan ‘too bored to be a bitch’. Sambil menghisap gulungan tembakau di tangannya, ia membaca berulang-ulang tulisan tersebut dan tersenyum getir. Senyum yang mungkin hanya dirinya dan Tuhan yang tahu artinya.
               

Beberapa bulan yang lalu...
Kay menyeringai saat melihat isi pesan singkat yang ada di layar handpone-nya. Menyadari dirinya harus segera beranjak dari tempatnya duduk, ia menghabiskan satu gelas Cointreau under rock yang ada di depannya.
                “Udah mau cabut, Kak Kay?” tanya Boby, salah satu bartender yang merupakan bartender teramah di bar tersebut. Ia yang paling sering mengajak para pelanggan ngobrol. Tak heran kalau dirinya sering mendapat tambahan uang untuk sekedar beli sebungkus rokok.
                “Yap. See you next week, ya.”jawab Kay ramah sambil menyodorkan credit card-nya untuk membayar minuman yang sudah ia habiskan.
                “Yah, sayang sekali. Padahal habis band ini DJ-nya main, lho. Itu DJ yang biasanya kak Kay cariin. Nggak nungguin dulu?”
                “Hahaha... Aku bisa ngejebolin itu credit card kalau tiap kali aku mau balik kamu selalu nahan aku di sini.” Si bartender ramah itu tertawa sembari mengembalikan credit card milik Kay. Setelah urusan bayar membayar selesai, Kay pun keluar dari bar menuju parkiran mobil. Sepintas, ia memikirkan apa yang akan ia lakukan setelah sampai di sana.



                Kay berjalan melewati lorong apartemen dan berhenti di salah satu kamar yang memang sangat akrab dengan dirinya. Bagaimana tidak, satu tahun yang lalu ia sering sekali mampir ke sini. Bahkan ia punya kunci cadangan dari pemilik kamar tersebut sehingga ia bisa dengan bebas keluar masuk kamar tersebut. Namun, saat itu tidak seperti satu tahun yang lalu. Ia mengetuk pintu kamar dan tak lama si empunya kamar membuka pintu. Tampak seorang pria, yang masih sama dengan satu tahun yang lalu, menyapanya dengan senyuman hangat. Pria dengan dua lesung pipi yang bisa memikat beberapa wanita ketika sedang berada di dekatnya.  
                “Akhirnya.” Bisik pria itu lirih ke telinga Kay saat wanita itu melangkah masuk ke kamarnya.
                “Apa kabar, Kay? Nggak nyangka akhirnya kamu meresponku juga setelah berkali-kali aku nge-chat kamu.”ungkap Romi, pria pemilik kamar itu. Kay hanya memandang Romi sebentar dan kemudian melihat sekilas isi kamar apartemen Romi. Masih sama seperti satu tahun yang lalu. Parfum ruangan beraroma musk yang sangat khas juga masih sama seperti setahun yang lalu.
                “Welcome back, Kay. Kamu mau minum apa?”tanya Romi lembut sambil mempersilakan Kay duduk di sofa empuknya.
                “Nggak usah dulu. Aku barusan minum juga.”
                Romi membelai rambut Kay yang ikal. Kay hanya tersenyum ke arahnya.
                “Kamu nggak kangen sama aku dan kamar ini?”tanya Romi lirih sambil perlahan mencium puncak kepala Kay yang berakhir pada ciuman di bibir. Mereka berdua pun bercumbu di atas sofa untuk beberapa menit, hingga akhirnya Romi menggotong Kay ke kasurnya dan mereka berdua mulai menikmati malam itu untuk melampiaskan hawa nafsu.


                Kay memungut bajunya yang tergeletak tak berdaya di lantai setelah Romi menghabisinya dengan gairah nafsu malam itu. Ia mengenakan baju dan merapikan rambutnya yang sudah dibuat berantakan oleh Romi.
          “Lho, kamu nggak nginep?”tanya Romi kaget melihat gelagat Kay yang ingin meninggalkannya malam itu.
                “Aku nggak akan nginep di sini lagi, Rom. I told you.”Kay masih sibuk merapikan penampilannya di depan cermin.
                “Kayla, I told you too, kalau aku udah nggak sama Natalie. Aku udah putus darinya berbulan-bulan yang lalu. Aku menghubungimu berkali-kali tanpa tanggapan sampai akhirnya malam ini kamu ke sini. Terus kamu nggak mau stay semalam di sini? Kay, please! Kamu masih marah sama aku karena aku pacaran sama Natalie?”Romi ikut-ikutan mengenakan celana sambil berusaha menahan Kay untuk tetap berada di apartemennya malam itu.
                “Rom, aku nggak pernah marah kalau kamu punya Natalie sebagai pacarmu. Itu hakmu. Kamu tahu dengan pasti alasanku marah Apa kamu lupa? Alasanku adalah aku nggak suka hubungan kita masih tetap berjalan ketika salah satu dari kita sudah memiliki kekasih. And you did that. You lied to me and Natalie. Kalau saja saat itu aku nggak iseng buka chat-mu, mungkin Natalie akan menuduhku sebagai selingkuhanmu kalau tiba-tiba dia datang memergoki kita berdua di sini. Padahal kita seperti ini juga sudah jauh sebelum kamu bersama Natalie. Atau mungkin aku yang nggak tahu kamu sebenarnya sudah memacarinya sejak lama.”Kay berusaha untuk tetap besikap tenang.
                “Kay, aku pikir kamu nggak masalah aku punya pacar.”
             “Kita udah bikin rules dari awal, Rom. Jangan belaga sok nggak tahu deh.” Kay mulai sedikit emosi.
                “Iya, tapi sekarang aku bukan milik Natalie lagi. Kamu bisa bebas ke sini, Kay. Kamu bisa bawa kunci kamarku seperti dulu lagi. Aku harap kamu juga nggak melarangku datang ke apartemenmu. Kita seperti dulu lagi. Kamu nggak pengen?”
                “Kenapa kamu putus sama Natalie?”bahkan Kay belum tahu alasan pria tersebut mengakhiri hubungannya dengan kekasihnya.
                “Kay, kamu tahu aku. Aku nggak suka diatur dan dikekang. Hampir setahun aku jalan sama Natalie dan itu yang dia lakukan.”
                Kay mengernyitkan dahinya. Ia melangkah mendekati Romi yang berdiri di depannya hingga jarak wajah antara mereka berdua hanya beberapa senti saja. Ia memandang lekat-lekat pria yang lebih tua dua tahun dari dirinya itu.
                “Romi, everybody’s changing. Aku nggak bisa seperti ini lagi. Anggap saja ini malam perayaanmu putus sama Natalie dan malam perpisahan kita as friend with benefit.”Kay mengecup pipi Romi dengan lembut dan berjalan meninggalkan Romi. Sedangkan Romi hanya terdiam bingung.  
                “Kay, selama ini kamu baper sama hubungan kita? Nggak kan?”tanya Romi sebelum Kay melangkah lebih dekat lagi ke pintu kamarnya. Kay hanya tertawa mendengar pertanyaan Romi.
                “Bye, Rom!”

             
                “Kamu baik-baik ya di Jakarta. Please, jangan aneh-aneh lagi. Cari pacar beneran kek.”Tasya, sahabat Kay, berusaha untuk menasehati Kay. Kay hanya tersenyum sambil meneguk minuman yang ada di tangannya saat mendengar nasehat Tasya. Ia kembali teringat beberapa minggu yang lalu tentang kejadian di kamar apartemen Romi. Ketika ia yang berusaha teguh untuk tidak berhubungan lagi dengan Romi.
                “Aku nggak tahu maksudmu, Sya. Pacar beneran? Memang selama ini ada yang nggak beneran? Hahaha...”Kay berusaha menutupi.
                “Udah lah, kamu pikir aku nggak tahu? Meskipun kamu nggak ngomong soal hubungan macam apa yang dulu kamu jalani sama Romi, tapi aku tahu, Kay. Kita udah sahabatan belasan tahun. Nggak usah cerita aku juga paham.”Tasya memanggil Boby, si bartender ramah, untuk menambah Gin tonic-nya.
                “Makassar? Seriously? Aku masih nggak percaya kamu mau ditempatkan di sana dan minggu depan berangkat. Nggak bisa maksa buat tetep di sini?” Kay berusaha mengalihkan pembicaraan. Hari itu adalah farewell Tasya karena ia akan ditempatkan di Makassar untuk proyek kerjanya selama dua tahun mendatang. Tentunya tak bisa dibayangkan olehnya kalau dirinya akan sangat merasa kehilangan sahabatnya itu.
                “Resiko program MT ya begini. Ya udah sih. Kan kamu bisa ambil cuti buat main ke Makassar. Jangan bikin aku pengen nangis deh!”Tasya sedikit muram.
“Terus nggak kenapa-kenapa tuh LDR-an sama Tio?”goda Kay. Tasya hanya manyun. Kay pun tertawa,  kemudian memeluk sahabatnya itu.
“Oh iya, Kay. Kapan hari itu aku ketemu sama temen kantor lamanya si Tio. Namanya Reno. Menurutku, dia cocok sama kamu deh. Sekarang dia kerja di perusahaan yang bidangnya sama kayak tempatmu kerja. Jadi, menurutku sih bakalan nyambung ya sama kamu.”ujar Tasya penuh semangat. Ia mengambil handphone dari tasnya dan bertanya apakah boleh dirinya memberi nomor telepon Kay ke Reno.
“Ya boleh aja. Siapa tahu gaji di kantornya lebih gede dari kantorku. Aku bisa pindah deh. Hahaha...”Kay menanggapinya dengan candaan.
“Yaelah, masih kurang gaji segitu di sana? Dasar bocah nggak pernah puas.”Tasya geleng-geleng kepala. Sedangkan Kay lagi-lagi hanya tertawa. Ia berusaha menutupi kesedihannya karena tak lama lagi ia akan kesulitan untuk ngobrol langsung sambil minum di bar dengan sahabatnya itu.
Deal, ya! Aku kasih nomor kamu ke Reno biar kalian bisa chattingan dan ketemuan. Dan aku berharap, kali ini bisa berlanjut ke hubungan yang bener, Kay. Romantic. Not casual, again.”
Kay hanya tersenyum sambil meneguk Cointreaue di gelasnya sampai habis.
               

                Berminggu-minggu, sampai beberapa bulan, Kay berkomunikasi dengan Reno melalui chat. Setiap kali mereka berencana untuk bertemu, ada saja halangannya. Kay juga merasa jika Reno adalah pria yang misterius. Mereka tidak setiap hari chatting-an. Reno tahu porsi dan waktu yang tepat untuk menghubungi Kay. Sampai akhirnya keadaan tersebut membuat Kay semakin penasaran dengan sosok pria itu.
                Hingga suatu malam mereka berencana untuk bertemu di bar yang biasa Kay kunjungi. Kay datang terlebih dulu dan sempat menunggu Reno selama 15 menit. Sampai akhirnya Reno datang. Malam itu, akhirnya ia bisa bertemu secara langsung dengan pria yang selama ini hanya bisa dicari tahu melalui instagram. Pria tersebut tidak tampan. Tapi manis, menarik dan berkarisma. Tinggi badannya sesuai dengan yang ada di bayangan Kay sebelumnya. Cara berpakaiannya, top to toe, adalah cara berpakaian tipe pria ideal menurut Kay. Kasual. Kaos polos putih dengan kemeja denim yang ia biarkan terbuka dan sepatu Nike warna hitam. Kay tersenyum puas.
                “Sorry, Kay udah nungguin lama ya? Aku tadi ada urusan mendadak sama klien jadi agak lama.”Reno berusaha mencairkan suasana.
                “Santai aja. Nggak lama kok.”
                Mereka pun bercerita banyak hal dengan ditemani beberapa minuman beralkohol yang mereka pesan. Hingga akhirnya tak terasa puncak malam telah tiba, DJ-pun memainkan perannya untuk membuat para pengunjung menikmati lantai dansa.
                “Mau ke dance floor, Kay? Kayaknya kita udah mulai tipsi ya. Haha...”kemudian Kay mengiyakan. Mereka menikmati lantunan dan hentakan musik yang dimainkan DJ di lantai dansa. Hingga pada akhirnya Reno mulai merengkuh pinggang Kay dan Kay tepat berhadapan dekat dengan Reno. Kay membalasnya dengan merangkul pundak Reno. Pikiran Kay bergejolak. Ia sudah berjanji dengan dirinya untuk tidak lagi terjebak dengan hubungan yang tak jelas. Casual relationship is not her track again. Jika ia benar-benar ingin mengubah kehidupannya.
                Tapi karisma Reno tak bisa ia tolak. Ditambah pengaruh alkohol yang membuat otaknya tak bisa berpikir jernih. Kini wajah Kay dan Reno saling beradu. Dekat. Sangat dekat. Sampai akhirnya bibir Reno secara perlahan menyentuh bibir Kay. Kay membalasnya. Dan mereka berdua berakhir di kamar apartemen Kay. Untuk pertama kalinya, Kay mempersilakan orang asing yang baru ia kenal untuk bermalam di kamarnya.


                Reno tak bisa menahan lekuk tubuh indah Kay. Mereka berdua berbaring bersama di kamar apartemen Kay dan mulai melucuti baju masing-masing hingga mereka sudah setengah telanjang. Reno mencumbu Kay penuh hasrat dan Kay mulai menikmati. Beberapa menit berlangsung. Hingga entah dari mana datangnya, seakan petir menyambar isi kepala Kay yang tadinya dipenuhi pengaruh alkohol. Ia teringat. Ia teringat bahwa ia telah bejanji dengan dirinya sendiri untuk menyudahi kesenangan ini. Tahun demi tahun usianya akan berkurang. Ia tidak bisa terjebak terus menerus dengan kesenangan ini. Kesenangan sesaat tanpa ada tujuan yang pasti. Ia ingin lebih dewasa. Sudah cukup bersenang-senang.
                Hasrat Reno tidak terbendung lagi dan mulai mencumbu seluruh tubuh Kay dengan gila. Berusaha membuat Kay semakin terangsang. Namun, Kay sedang mengalami pergejolakan di pikirannya. Ia sadar. Ia sober. Reflek, ia menampar dan mendorong Reno hingga Reno benar-benar terperanjat. Kena tanggung.
                “Kay? What’s wrong?”Reno memegangi pipinya yang sedikit perih karena tamparan Kay. Sedangkan Kay hanya melongo karena kaget dengan apa yang sudah ia perbuat.
                “Sorry sorry.”Kay masih setengah tak percaya dengan apa yang sudah ia lakukan. Mereka saling diam beberapa detik sampai pada akhirnya Reno menyodorkan baju ke Kay.
                “Aku yang sorry. Aku sudah kelewatan. I thought we can do a casual stuff. Selama ini kita ngobrol dan kamu asyik. Jadi aku pikir... Nevermind. Sorry.”Reno mengenakan bajunya. Raut mukanya berubah seketika. Antara merasa bersalah, malu dan sebal.
                “No no! Don’t be sorry. Aku yang salah.”Kay tak berani menatap Reno. Tiba-tiba badannya membeku. Tiba-tiba ia tak bisa mendominasi keadaan seperti biasanya.
                “Nggak apa-apa, Kay. Ya udah, aku balik ya.” Reno mengemasi barang-barangnya dan beranjak dari kasur menuju pintu kamar. Sedangkan Kay diam mematung dan hanya bisa memandangi pria itu mulai menjauh lalu menghilang dari kamarnya. Ia merasa aneh dengan dirinya malam ini. Beberapa jam yang lalu, untuk pertama kalinya ia mempersilakan pria asing masuk ke kamarnya. Dan tiba-tiba ia mengubah niatnya.


                Satu batang rokok yang ia pegang sudah mulai habis. Kay membuangnya di asbak. Ia kembali melihat layar handphone-nya. Tak ada balasan apa-apa dari Reno. Ia mengurungkan niatnya untuk meneleponnya karena ia tahu Reno akan mengalihkan panggilannya lagi. Ia menghela napas panjang. Malam ini benar-benar aneh baginya. Ia merasa kosong. Sangat kosong tiba-tiba. Ia tak bisa merasakan kesenangan itu kembali.
                Di tengah diamnya meratapi nasib, tiba-tiba handphone-nya berdering. Ia berharap itu Reno, tapi ternyata bukan. Ternyata mamanya yang meneleponnya tengah malam.
                “Happy birthday to you. Happy birthday to you. Happy birthday Kayla sayang. Happy birthday to you.”Mamanya, di seberang sana, menyanyikan lagu Happy Birthday untuk Kay. Sontak Kay terkejut dan spontan melihat kalender yang ada di mejanya. Hari ini hari ulang tahunku? Astaga! Batinnya tidak percaya.
                “Hari ini aku ulang tahun?”tanya Kay kepada mamanya yang ada di seberang sana. Ia terdengar sangat bodoh.
                “Astaga Kay, kamu nggak ingat hari ini ulang tahunmu? Ya ampun sayang! Sesibuk-sibuknya kamu dengan kehidupan dan pekerjaanmu, jangan bikin kamu sampai begini ah!” Mamanya pun tak kalah terkejut dengan putrinya yang tak ingat hari ulang tahunnya sendiri. Kay hanya membalas dengan tawa kecil.
                “Makasih, Ma. Kok belum tidur sih?”
                “Iya, mama sengaja nyalain alarm buat bangun jam 12 malam. Eh, malah baru bangun jam segini. Mama pengen jadi yang pertama ngucapin ulang tahun ke kamu. Dan mama berdoa supaya kamu dapat yang terbaik ya. Apapun. Be mature, sweetheart. You deserve to get more than you know. Kadang kamu bisa mendapatkan apapun yang kamu inginkan selama ini, tapi belum tentu itu yang kamu butuhkan. Jadi, mama harap kamu bisa paham sama yang kamu butuhkan, sayang. Don’t make a same mistake. Okay?”
                Kay terdiam sejenak. Ia merasa seakan mamanya tahu segala hal tentang dirinya. Tentang apa yang selama ini ia alami. Tentang malam ini. Dan tanpa disadari, untuk pertama kalinya setelah selama ini tertahan, perlahan air matanya menetes seperti gerimis di luar sana.


                                                                             ***

Comments

  1. Replies
    1. hahaha... next yaa pake nama Meiti. Thanks for reading anyway! :*

      Delete

Post a Comment

Popular Posts